![]() |
| source: google image |
Jumat, 8 Januari 2016
Secangkir teh masih panas di hadapanku sore itu. Aku membiarkannya menguap bersama kegelisahanku. Entah apa yang dipikirkan, entah apa yang terpikirkan. Aku masih menerka-nerka, hal apa kiranya yang saat ini mengusik ketenanganku. Aku masih menebak-nebak, apa yang hari ini belum juga kudapat. Kutelusuri lagi setiap detik sepanjang hari itu, namun tak jua kutemukan sesuatu itu. Kegelisahan jenis apa ini?
***
Apa yang kurang? Apa yang tidak kumiliki? Apa yang belum kuraih?
Aku kuliah di Jogja, tempat yang sejak dulu aku mimpikan. Apakah aku senang? Ya, tentu saja. Aku memiliki orang kedua orang tua yang sangat memahamiku. Mereka selalu mencoba memenuhi semua kebutuhanku. Apa itu kurang? Tidak, itu sudah lebih dari cukup. Aku punya kakak yang kapanpun siap membantuku. Kakak yang sedang berusaha membuatku bahagia dengan pencapaiannya. Apakah aku bangga? Sudah barang tentu, iya. Aku punya banyak teman yang bisa kuajak gila setiap saat. Aku punya teman yang bisa kuajak diskusi pelajaran saat aku bingung. Aku punya teman yang bisa kuajak makan di angkringan tanpa gengsi. Aku punya teman yang mau mendengar bualanku kapanpun. Apa belum cukup? Cukup, temanku sudah banyak. Ehmmm, tunggu dulu, sepertinya aku butuh satu golongan teman lagi. Apa, ya? Entahlah, lupakan.
Aku punya semua fasilitas yang bisa mendukungku survive di dunia perkuliahan. Wifi gratis, toko buku murah, buku kw kualitas super punya teman yang bisa ku-fotokopi ulang bolak-balik diperkecil, bolpen bonus karena mengisi kuisioner mahasiswa tingkat akhir. Semua fasilitas itu, semuanya sudah aku miliki. Apalagi yang kurang?
Di Jogja aku tinggal di rumah alm Mbahku, bersama kakak dan Om-ku (adik laki-laki ibu). Aku bisa melakukan apa saja di sini, dikamar ini. Mencoret-coret temboknya, menempel kertas warna-warni, menempel foto, menambah paku di sana-sini. Semua terserah padaku. Tidak akan ada ibu kost yang akan ngomel-ngomel. Apa aku merasa beruntung dari hal kecil seperti itu? Ya, sangat beruntung.
Aku bukannya tidak bersyukur terhadap semua itu. Semua yang sudah Tuhan berikan kepadaku. Tapi, aku hanya merasa masih ada yang kurang, tidak klop, belum sempurna.
Apa artinya semua itu? Semua yang Tuhan beri itu, apa maksudnya. Apa tujuannya? Untuk apa?
***
Teh di hadapanku sudah dingin sempurna. Sedingin kegelisahanku yang tak kunjung menemukan jalan keluar. Aku meneguk habis teh itu. Takkan kubiarkan ia dingin sendirian di cangkir. Biar ia menyatu dengan kegelisahanku. Hatiku makin dingin. Makin bingung.
Adzan Magrib berkumandang. Tanpa buang tempo, aku beranjak dari tempat dudukku. Mengambil wudhu dan shalat Magrib. Tuhan! Bahkan dalam shalatku, sesuatu itu masih saja menggangguku. Maafkan aku, ya Allah, tak semua jiwaku menghadap-Mu saat aku bersujud kepada-Mu. Ampuni dosaku.
Selesai shalat, aku masih terduduk di sajadah coklat. Semua yang terjadi hari ini terngiang kembali di kepalaku. Andai saja itu adalah film, aku seolah mempunyai banyak tiket, sehingga otakku terus saja memutarnya. Berkali-kali, tak berhenti. Ada Bapak, Ibu dan Kakak yang disela-sela kesibukannya bekerja, menoleh kearahku; senyum. Ada aku dan teman-temanku, saat kami saling berpelukkan dan berjabat tangan. Ada ribuan buku-buku keren mengelilingiku. Logo kampus kebanggaanku seolah melambai-lambai memanggilku. Jalanan macet, klakson mobil, suara keypad, lagu-lagu Bondan Fade2Black, rem berdecit, piring pecah, suara pintu dibuka, lampu hidup-mati, detik jam tangan, dan semuanya berkumpul menjadi satu mengelilingiku yang masih memakai mukenah sore itu. Semuanya, banyak sekali. Tapi, masih ada yang kurang. Ya, masih kurang. Apa yang kurang?
Pelan-pelan, semua kebisingan mereda. Tenggelam oleh suara orang mengaji di masjid. Aku memejamkan mata, kubiarkan alunannya masuk, merembes ke dalam hatiku. Menusuk ulu hatiku. Bukan sakit, tapi entah apa rasanya. Aku bersujud di atas sajadah coklat. Mencoba menyembunyikan wajahku dari Allah, agar ia tak melihatku menangis. Aku malu kepada Tuanku, kepada yang menciptakanku, kepada yang memberiku kenikmatan. Bagaimana bisa aku melupakan hal yang menjadi alasan aku hidup.
Kuharap Tuhan mengirimkan lagi satu golongan orang-orang untuk menjadi temanku. Teman yang akan memberitahukanku, apa kiranya sesuatu yang sedang aku cari. Teman yang akan mengajakku berjalan bersama menggapai apa yang kurang. Semoga Tuhan memasukkanku ke antara golongan orang-orang beriman.
Amin.

0 komentar:
Posting Komentar