Lima lilin yang ku nyalakan malam itu tinggal dua. Cahayanya kian redup temaram. Kuhembuskan kesunyian padanya. Kubacakan syair kehampaan padanya dan satu lilin mati, tak kuat menyaksikan kerinduan seorang manusia yang kian tak tertahankan.
Kini lilin itu tinggal satu.
Sendiri, menemani malamku yang juga sendiri. Cahayanya makin redup, menyakitkan.
Tapi aku tak ingin menyudahi semua ini. Aku tak ingin meninggalkan cahaya
redupnya. Aku ingin tetap begini, setidaknya satu jam saja. Aku ingin menikmati
malam sepi ini bersama lilin kecil, mencoba mengenang semua yang pernah ada.
Semua yang pernah ada. Semua yang
pernah terjadi. Semuanya. Kucoba mengingat setiap rinci kejadian yang pernah
aku dan dia alami. Satu per satu. Tak sedetikpun terlewatkan. Aku mengingat
semuanya dengan sempurna. Aku ingat wajahnya, hembusan napasnya, gerakan
tangannya, tatapan matanya, kata-katanya, aku ingat semuanya. Tak ada satu
kenanganpun luput dari ingatanku. Aku mengingatnya sesempurna aku merindunya.
Andai dia di sini, menemani malamku
bersama lilin yang hampir mati karena terlalu tertekan dengan semua kisah cinta
yang kuceritakan padanya. Andai dia di sini membantuku memperbaiki cerita yang
mungkin salah saat aku mengenangnya. Andai dia di sini ikut larut dalam cerita
yang kini hampir usai. Andai dia di sini. Setidaknya satu jam saja. Aku ingin
diam berdua, memutar kembali kisahku yang selalu menghadirkannya. Satu jam
saja, hingga aku merasa bahagia untuk mengakhiri kisahku yang selalu
mengharapkannya. Satu jam saja, izinkan aku merasa rasa itu pernah ada.
Andai dia di sini, meluangkan
sedikit waktu yang dia miliki untukku. Mendatangi malamku. Andai dia di sini,
mendengarkan apa yang akan ku sampaikan. Andai dia di sini, menyempatkan
mengunjungiku, satu jam saja. Tapi dia tidak ada. Dia tidak datang.
Satu jam yang kunanti telah berlalu.
Cahaya lilin tinggal satu-satu. Hembusan pelan akan mematikannya. Tapi aku membiarkan
lilin itu tetap menyala, menunggu waktu kematiannya tiba. Aku tetap membiarkannya
menyala dan tetap menunggu dia yang mungkin akan hadir di penghujung detik
penantianku.
Aku masih di sini, menunggu. Terasa
lama, terasa dingin, terasa hampa, tapi tak membosankan. Cahaya lilin sudah
hampir mati. Ada atau tidaknya cahaya itu, aku rasa tak ada bedanya. Tiga detik
lagi mungkin akan benar-benar gelap.
Tunggu, diakah itu? Berdiri di
depanku, menjulurkan tangannya ke arahku. Ya, itu dia. Dia yang ku tunggu
kehadirannya walau satu jam saja. Aku menjulurkan tanganku untuk meraih
tangannya. Satu, dua, tiga….
Lilinku sekarang telah benar-benar
mati. Mati sebelum aku berhasil menggenggam jemarinnya. Aku kehilangannya di
kegelapan. Tapi entah kenapa, aku merasa lega. Aku bahagia.

5 komentar:
Nyesek bacanya
beli lilin baru sana . Hahaa
Kerenn !
like this euy!!!"keren
Makasih, Ki :p
Posting Komentar