12345678910111213141516171819202122232425262728 Hati yang Tak Pernah Berhasil Kusentuh https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1W6iaD-pWVMDEiDGJFL1ESqtn6t-reBv8Y1AMP23xq5cO6GVYQ6dNh4VMRhor4p8TCGdCApsB59XPLhOHU2D60H-rG1tQ1r_TXbMq1DLnXQterutrYNBqMm38lwiym3bWQ94zL8liMzk/s128-no/Loading4.GIF

Hati yang Tak Pernah Berhasil Kusentuh

Senin, 31 Maret 2014

12345678910111213141516
          Lagi-lagi tulisan ini hanya intermezzo kegiatanku sehari-hari. H-13 ujian nasional. Tidak terasa dua minggu lagi aku akan tempur dan sekaranglah waktunya menyiapkan amunisi. Disela-sela prepare, aku rasa tak ada salahnya meluangkan waktu sejenak untuk menulis.
          Selesai UN nanti, mungkin aku tidak akan kesulitan untuk melihat wajah orang-orang yang tiga tahun ini mengisi hari-hariku di sekolah ini. Tidak semudah saat ini. Mereka satu persatu pasti akan menghilang, berlari, dan terbang menggapai mimpi masing-masing. Dan mereka itu termasuk dia, seseorang yang hatinya tak pernah berhasil kusentuh.
          Dia, salah satu orang yang berhasil  mengubah putih abu-abuku menjadi warna yang lebih kompleks. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, warna pelangi. Oh,iya satu lagi,  hitam!
          Berjalan beriringan mencari mimpi bersamanya, membuatku tahu arti senang dan sedih. Senang dan sedih. Dua hal berbeda yang kadang bersumber dari satu hal yang sama. Aneh.
          Dia yang mengajariku kebahagiaan lewat sebuah hal kecil yang mempesona, misalnya saja senyum. Dia hanya tersenyum, aku sudah bahagia. Ya walaupun senyum itu bukan untukku -___- *ngenes*. Dan dia juga yang membuatku paham arti sebuah kesedihan lewat sebuah kehilangan. Dia menghilang. Hmmm, haruskah aku melapor ke polisi? “Pak, saya mau melapor. Saya kehilangan seseorang yang hatinya tak pernah berhasil saya sentuh. Dia sudah menghilang sejak 17.280 jam yang lalu. Tolong saya, Pak. Tolooooooooooooooooooong!”
          “Maaf, kami polisi, bukan Mario Teguh yang bisa memberikan solusi atas masalah ketidakberhasilan anda menyentuh hatinya. Anda kami tahan!”
          Fainted -_____-
          Hari ini aku tersesat di hutan dan menemukan sebuah gubuk reot. Dan disana, tinggallah seorang jones forever yang ngakunya spesialis cinta paling handal. Bahh! Sebut saja dia Paijo.
          “Cinta memang begitu, Boy.”
          “Hey, aku perempuan!”
          “Jangan memotong pembicaraanku!” bentaknya. Eh bangun-bangun keselek stang. *latah*
          “Kalau kalau kau memang cinta dia, kau takkan peduli apa yang dia lakukan, apakah menyakitimu atau tidak. Kau akan tetap menyayanginya sepenuh hatimu. HEI KENAPA KAU TIDUR! AKU SEDANG BICARA!!”
          Eh bangun-bangun ketemu kodok.
          “Perjuangkan dia. Kalau memang kau cinta, perjuangkan sampai darah titik penghabisan.”
          “Kebalik, Mbah.”
          “DIAAAAAM!”
          Eh, bangun-bangun di tengah laut nyari MH370.
          “Sentuh hatinya dengan cintamu. Lakukan apa saja untuk membuat dia, yaa paling tidak melirikmu saat kalian berpas-pasan. Buat dia tak bisa melupakanmu. Intinya perjuangkan dia. MERDEKA!”
          “Udah, Mbah. Percuma, saya terlalu kecil untuk bisa mendobrak masuk hatinya.”
          “Menyerah?”
          “Tidak. Eh, iya. Bisa jadi!”
          “Anak muda, kau terlalu cepat putus asa..”
          “Whaaaaaaaaaaaaaaaat? Terlalu cepat? Sembilan ratus hari, Mbah! Saya berjuang 900 hari.”
          “Double what what, double cian cian.”
          “Mbaaaaaaaaaah! Cius ini!”
          “Kalau begitu lupakan dia. Jangan memaksa. Kalau kau memang cinta, kau pasti takkan keberatan untuk menyimpan rasamu dalam hati saja. Biarkan rasa itu tumbuh dan kau pelihara sendiri. Toh cinta tak harus memiliki.”
          “Lalu perjuangan itu?”
          “Entahlah, saya mau tidur. Sana pulang!”
          Aneh. Itulah percakapan saya dengan Mbah Jones Forever Tralala-Trilili. Omong kosong perjuangan. Persetan dengan titik darah penghabisan. Apa gunanya perjuangan kalau ujung-ujungnya cinta tak harus memiliki?
          Arrrghhh.

0 komentar:

Posting Komentar